A. Bintang
A.1. TERANG BINTANG
Seperti yang kita ketahui, informasi dari bintang yang diterima pengamat di bumi antara lain dari pancarannya. Terang bintang merupakan suatu besaran (pancaran) yang dapat diukur dengan mudah, paling tidak secara kuantitatif, yaitu dengan membandingkan berbagai bintang. Walaupun hanya dengan mata, kita dapat membedakan apakah bintang A lebih terang dari bintang B, atau sebaliknya.
Pada abad kedua sebelum masehi (sekitar tahun 129 SM) seorang astronom Yunani yang bernama Hipparchos membuat catalog bintang, yaitu dengan membagi bintang menurut terangnya dalam enam kelompok. Bintang yang paling terang tergolong magnitudo kesatu, yang lebih lemah tergolong magnitudo kedua, dan seterusnya hingga bintang yang paling lemah yang hampir tak terlihat dengan mata termasuk magnitudo keenam.
Gambar . Skala magnitude menurut Hipparchos.
Penggolongan Hipparchos ini diubah untuk pertama kalinya oleh Galileo Galilei . Dengan menggunakan teleskop yang dibuatnya sendiri, Galileo menemukan banyak bintang yang cahayanya lebih lemah daripada binatng bermagnitudo 6 yang didefinisikan Hipparchos. Selanjutnya John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata bersifat logaritmik, yaitu bintang yang magnitudonya satu ternyata 100 kali lebih terang daripada bintang yang magnitudonya enam. Berdasarkan kenyataan ini, pada tahun 1856, Norman R. Pogson mendefinisikan skala satuan magnitudo secara lebih tegas lagi. Definisi yang diberikan oleh Pogson adalah sebagai berikut : tinjaulah dua buah bintang, yaitu Bintang A dan Bintang B. Misalkan mA adalah magnitudo bintang A yangdilihat dengan mata, mB adalah magnitudo bintang B yang dilihat dengan mata, EA adalah jumlah energy bintang A yang diterima di Bumi (fluks bintang yang diterima di Bumi), dan EB adalah jumlah energy bintang B yang diterima di Bumi. Menurut Pogson :
mA - mB = -2,5 [log EA - log EB] (1)
Tanda negatif berarti magnitudo bertambah besar apabila bintang bertambah terang (bintang bermagnitudo satu lebih terang daripada bintang bermagnitudo dua).
Persamaan (1) dapat dituliskan sebagai :
mA - mB = -2,5 log (EA/EB)
Pada awalnya, bintang Polaris yang terlihat di semua observatorium di belahan langit utara digunakan sebagai acuan magnitudo. Bintang ini diberi magnitudo 2, dan yang lainnya dibandingkan dengan bintang Polaris ini. Namun pada tahun 1911 Herztprung mendapatkan bahwa bintang Polaris adalah bintang variable yang cahayanya berubah-ubah (meskipun perubahannya hanya sekitar 0,1 magnitudo). Dengan demikian, Polaris tidak ,penggunaan sekelompok bintang yang berada di sekitar kutub utara yang dinamakan North Polar Sequence. Dewasa ini, sebagai acuan magnitudo digunakan bintang-bintang dari berbagai daerah di langit hasil pengukuran Johnson dan Morgan pada tahun 1953.
Untuk keperluan praktis, digunakan bintang standar Vega (α Lyra). Bintang ini mempunyai magnitudo m = 0,02. Karena magnitudonya yang mendekati nol, maka dapat dianggap m(Vega) = 0. Jadi untuk bintang yang lebih terang dari Vega, magnitudonya m < 0; untuk bintang yang lebih lemah , m > 0. Bintang yang lebih terang dari Vega magnitudonya berharga negatif, misalnya bintang Sirius mempunyai m = -1,6, bulan purnama mempunyai m = - 12,5, dan magnitudo matahari adalah m = -26,7.
Magnitudo yang dibicarakan diatas merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat atau terang semu bintang, hal ini dikarenakan ada faktor jarak yang harus diperhitungkan seperti tampak dalam persamaan berikut :
m = -2,5 log L/4πd+ C (2)
dimana ; L = Luminositas benda, d = jarak dan C adalah suatu tetapan.
Dari persamaan (2) ini dapat kita lihat bahwa magnitudo bintang bergantung kepada jaraknya. Jadi bintang yang tampak lemah cahayanya, belum tentu benar-benar lemah cahayanya, karena mungkin saja karena jarak bintang tersebut jauh. Oleh karena itu magnitudo yang dibicarakan diatas disebut magnitudo semu (apparent magnitude) atau biasa disebut magitudo saja.
Dalam Tabel 1. diperlihatkan bahwa magnitudo semu beberapa benda langit, temasuk bintang, planet, Bulan, dan Matahari.
Tabel 1. Magnitudo beberapa benda langit
Nama Bintang | Magnitudo |
Polaris | 2.00 |
Regulus | 1.50 |
Pollux | 1.16 |
Spica | 1.00 |
Aldebaran | 1.00 |
Betelgeuse | 0.80 |
Procyon | 0.50 |
Vega | 0.00 |
Capella | 0.00 |
Sirius | -1.42 |
Jupiter | -2.50 |
Bulan Purnama | -13.00 |
Matahari | -26.70 |